A. Metode Analisis Bahasa
Ada dua metode analisis data yang dapat digunakan untuk menemukan kaidah bahasa, yaitu metode padan atau metode identitas dan metode distribusional atau metode agih. Berikut ini akan disajikan prinsip-prinsip dasar kedua metode tersebut.
1. Metode Padan (Identity Method)
Metode padan, sering juga disebut metode identitas (identity method), adalah suatu metode yang dipakai untuk menentykan identitas satuan lingual tertentu dengan menggunakan alat penentu di luar bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain metode padan ini alat penentunya terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang diteliti. Berdasarkan alat penentunya, metode padan ini dapat dibedakan menjadi lima sub-bagian berdasarkan alat penentunya. Pertama, alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa, disebut referen bahasa. Kedua, alat penentunya organ wicara atau alat ucap pembentuk bunyi bahasa. Ketiga, alat penentunya bahasa lain, Keempat, alat penentunya bahasa tulis. Kelima, alat penentunya lawan bicara atau mitra wicara. Kelima alat penentu metode padan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
d. Daya pilah sebagai pembeda reaksi kadar keterdengaran
Daya pilah ini berkaitan dengan mitra wicara. Dalam kaitan dengan ini, dapat dibedakan kadar keterdengaran ujaran yang diujarkan dan reaksi dari mitra wicara. Dalam hal reaksi mitra wicara dan kadar keterdengaran serta perbedaan satuan lingual dapat dilihat pada table berikut ini.
e. Daya pilah sebagai pembeda sifat dan watak aneka lingual
Satuan lingual dapat dibedakan atas nomina, dan adverbia, misalnya dalam bahasa Inggris, dengan melihat akhirannya, umpamanya akhiran –ness, menunjukkan nomina dan akhiran –ly menunjukkan adverbia. Hal ini bisa diketahui seseorang berkat adanya daya pilah bahasa Inggris yang dimilikinya. Berdasarkan itu, maka dalam bahasa Indonesia dapat pula dibedakan kata yang berupa nomina (yang dalam bahasa Inggris berakhiran –ness) dan adverbia (yang dalam bahasa Inggris berakhiran –ly).
2. Teknik-Teknik Lanjutan
Hubungan padan, pada penelitian yang sesungguhnya, berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dengan semua unsur data yang ditentukan. Membandingkan berarti mencari kesamaan dan perbedaan dari dua hal yang dibandingkan. Maka hubungan banding dapat dibedakan menjadi hubungan penyamaan dan hubungan pembedaan. Berikut ini adalah teknik-teknik lanjut metode badan yang didasarkan pada kedua hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk tiga teknik, yaitu:
a. Teknik hubung banding menyamakan (HBS);
b. Teknik hubung banding membedakan (HBB); dan
c. Teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP)
Teknik hubung banding menyamakan tujuannya adalah mencari kesamaan antara dua hal yang dibandingkan. Teknik hubung banding membedakan tujuannya mencari perbedaan antara dua hal yang di banding. Sebagai kelanjutan dari kedua teknik ini adalah teknik hubung banding menyamakan hal pokok yang bertujuan untuk mencari kesamaan pokok di antara keduanya.
C. Teknik-Teknik Metode Distribusional
Teknik-teknik pada metode distribusional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan.
1. Teknik Dasar: Teknik Bagi Unsur Langsung (BUL) (Segmenting Immediate Constituents Techniques)
Teknik bagi unsur langsung adalah teknik membagi suatu konstruksi atas unsur-unsur langsung yang membentuk konstruksi tersebut. Dinamakan teknik bagi unsur langsung (BUL) karena cara awal kerja analisis teknik ini adalah membagi satuan lingual data (konstruksi kata, frasa, klausa, kalimat) menjadi beberapa unsur atau bagian (konstituen). Unsur-unsur tersebut dianggap sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual data yang dianalisis. Kemampuan peneliti melakukan analisis awal ini tergantung kepada ketajaman intuisi si peneliti itu sendiri. Dengan kata lain, si peneliti harus mempunyai intuisi daya bagi atas satuan lingual yang dianalisis. Alat penentu bagi unsur ini dalam bahasa lisan adalah jeda, dan suprasegmental. Misalnya, kata seribu dapat dibagi menjadi unsur se – ri – bu, bukannya ser – ibu atau se – rib – u. Intuisi kebahasaan mengetahui satuan lingual yang tepat dan bermakna. Unsur langsung adalah unsur atau satuan lingual yang secara langsung membentuk konstruksi yang lebih besar atau konstruksi yang dianalisis. Sebagai contoh, kata ‘teachers’ terdiri atas dua unsur langsung, yaitu ‘teacher’ dan ‘-s’; kata ‘teacher’ terdiri atas dua unsur langsung, yaitu ‘teach’ dan ‘-er’. Kalimat ‘Dia pergi ke Padang’ terdiri atas dua unsure langsung, yaitu ‘dia’ dan ‘pergi ke padang’; ‘pergi ke padang’ terdiri atas dua unsure langsung, yaitu ‘pergi’ dan ‘ke padang’; ‘ke padang’ terdiri dari dua unsure langsung, yaitu ‘ke’ dan ‘padang’. Dengan demikian unsur-unsur langsung membentuk suatu konstruksi, dan konstruksi tersebut bisa membentuk konstruksi yang lebih besar. Unsur-unsur langsung sebuah konstruksi membentuk konstruksi yang lebih besar secara hirarkis mengikuti kaidah atau tata bahasa suatu bahasa.
3. Teknik-Teknik Lanjutan
Ada tujuh macam teknik lanjutan pada metode distribusional ini, yaitu: teknik lesap (deletion), teknik ganti (substitution), teknik perluas (expansion), teknik sisip (insertion), teknik balik, teknik ubah wujud, dan teknik ulang. Teknikteknik ini satu-persatu akan diuraikan berikut ini.
a. Teknik Lesap (delition)
Teknik lesap dilakukan dengan melesapkan atau menghilangkan unsur tertentu satuan lingual yang ada. Dengan menggunakan teknik lesap ini, unsur satuan lingual ABCD, misalnya, akan menjadi ABC, ABD, ACD, atau BCD. Unsur yang dilesapkan adalah unsur yang menjadi pokok perhatian dalam analisis. Jadi, bila dalam tuturan ABCD yang dihilangkan adalah unsur C sehingga tuturan itu menjadi ABD, ini berarti unsur C yang menjadi pokok perhatian analisis itu. Hasil pelesapan ini ada dua, yaitu tuturan yang dapat diterima oleh penutur atau tuturan yang tidak dapat diterima. Bila tuturan itu diterima berarti tuturan itu gramatikal, bila tidak berarti tidak gramatikal. Misalnya, pada kalimat ‘Dia pergi ke Padang’ (‘Dia’ = A, ‘pergi’ = B, ‘ke’ = C, dan ‘Padang’ = D), kita ingin menguji apakah unsur ‘ke’ (C) pada kalimat ini bersifat wajib atau tidak. Apabila ‘ke’ (C) dihilangkan, maka kalimat itu menjadi ‘Dia pergi Padang’ (ABD). Ternyata konstruksi kalimat ini tidak gramatikal. Jadi kehadiran C (unsur ‘ke’) wajib dalam kalimat ini. Demikian pula unsur ‘Padang’ dan ‘Dia’ wajib, karena tidak mungkin dihilangkan. Unsur ‘pergi’ justru tidak wajib, karena dapat dihilangkan dan sisanya tetap meryupakan susunan yang gramatikal. Dengan demikian preposisi ‘ke’ lebih inti dibandingkan kata kerja ‘pergi’ dalam kalimat ‘Dia pergi ke Padang’. Teknik lesap ini berguna untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Jika hasil pelesapan itu tidak gramatikal, berarti kadar keintiannya tinggi, artinya unsur itu mutlak diperlukan untuk membentuk satuan lingual tersebut. Teknik lesap ini dapat digunakan untuk menganalisis kalimat (sintaksis), frasa, klausa, dan kata (morfologi).
b. Teknik Ganti (Substitution)
Teknik ganti dilakukan dengan menggantikan unsur suatu satuan lingual dengan unsur lain di luar satuan lingual yang bersangkutan. Dengan menggunakan teknik ganti, unsur satuan lingual ABCD akan menjadi ABCS, ABSC, ASCD, atau SBCD. Unsur S (substitutor) adalah unsur pengganti dari unsur yang ada, tergantung unsur mana yang akan digantikan. Unsur yang diganti merupakan unsur yang menjadi pokok perhatian dalam analisis ini. Seperti halnya teknik lesap, hasil penggunaan teknik ganti ini berupa tuturan yang gramatikal dan dapat diterima dan yang tidak gramatikal (tidak dapat diterima). Teknik ganti berguna untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti. Bila dapat saling menggantikan berarti kedua unsur itu dalam kelas atau kategori yang sama. Makin banyak kemungkinan penggantian unsur yang sama dalam berbagai satuan lingual, makin tinggi kadar kesamaannya. Misalnya, pada kalimat ‘Mahasiswa itu sedang membaca’, kata ‘membaca’ dapat digantikan dengan kata ‘menulis’, ‘belajar’ dan ‘ bekerja’, tetapi tidak dapat digantikan dengan kata ‘meja’, ‘dia’, dan ‘dua’. Mengapa ada kata yang saling menggantikan dan ada yang tidak saling menggantikan? Kata yang saling menggantikan berarti mempunyai kadar kesamaan, misalnya kelas katanya sama; sementara kata yang tidak dapat saling menggantikan tidak mempunyai kadar kesamaan, berarti kelas katanya berbeda.
c. Teknik Perluas
Teknik perluas dilakukan dengan memperluas suatu satuan lingual ke kiri atau ke kanan dengan menggunakan unsur tertentu yang lain. Satu satuan lingual ABCD, dengan menggunakan teknik perluas, akan menjadi EABCD atau ABCDE, di mana unsur E adalah unsur pemerluas (ekspansor). Perluasan itu hanya dua macam, yaitu ke kiri atau ke depan dan ke kanan atau ke belakang satuan lingual. Hal ini sesuai dengan sifat bahasa yang linear (contoh bahasa Indonesia). Hasilnya juga ada dua macam, yaitu gramatikal (dapat diterima) dan tidak gramatikal (tidak dapat diterima). Salah satu manfaat dari teknik perluas adalah untuk mengetahui identitas satuan lingual tertentu. Misalnya, kita membandingkan kata kerja ‘membeli’ dan ‘membelikan’. Kedua kata kerja ini adalah kata kerja transitif, tetapi kemungkinan besar identitasnya tidak sama. Kata ‘membeli’ dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan sebuah komponen kata, yaitu ‘mainan’. Sementara kata ‘membelikan’ dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan dua komponen kata, yaitu ‘adik’ dan ‘mainan’, sehingga kata ‘membelikan’ dapat diperluas menjadi ‘membelikan adik mainan’. Sementara kata ‘membeli’ dapat diperluas menjadi ‘membeli mainan’ dan tidak bisa diperluas menjadi ‘*membeli adik mainan’. Jadi, kata ‘membeli’ termasuk mono transitif, sementara kata ‘membelikan’ termasuk bitransitif. Teknik perluas ini juga berguna untuk menentukan makna (aspek semantis) satuan lingual tertentu. Teknik perluas berguna untuk mengetahui kadar kesinoniman bila dua satuan berlainan tetapi diduga bersinonim satu sama lain. Sinonim berarti bentuknya berbeda tetapi informasinya sama atau maknanya sama.
d. Teknik Sisip
Teknik sisip dilakukan dengan menyisipkan unsur tertentu di antara unsur-unsur yang ada. Pada hakekatnya teknik sisip sama dengan teknik perluas, yaitu sama-sama menggunakan unsur tambahan dengan unsur baru. Bedanya, pada teknik perluas penambahan dilakukan di luar satuan lingual yang ada, sementara penambahan pada teknik lesap dilakukan di dalam satuan lingual yang ada. Satuan lingual ABCD setelah dilakukan teknik sisip akan menjadi ABCID, ABICD, atau AIBCD, di mana unsur I (interuptor) adalah unsur penyisip. Teknik sisip berguna untuk melihat ketegaran letak unsur-unsur tertentu. Bila penerapan hasil teknik sisip ini menghasilkan tuturan yang gramatikal maka ketegaran susunan unsur itu kurang. Bila hasilnya tidak gramatikal berarti tingkat ketegarannya tinggi. Misalnya, pada kalimat ‘Mereka main bola di sini’, untuk membuktikan apakah hubungan unsur bahasa ‘mereka’, ‘main’, ‘bola’ ‘di sini’, dapat diuji dengan menyisipkan unsur bahasa ‘kemaren’. Hasilnya dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut ini.
(1) Mereka kemaren main bola di sini.
(2) *Mereka main kemaren bola di sini.
(3) ?Mereka main bola kemarin di sini.
Dari kalimat-kalimat di atas terlihat bahwa hubungan antara ‘main’ dan ‘bola’ kadarnya cukup tinggi, di antara keduanya tidak bisa disisipi oleh kata ‘kemaren’. Sementara, hubungan kata ‘mereka’ dan ‘main’ serta ‘main bola’ dan ‘di sini’ kadar keeratan hubungannya cukup rendah, bisa disisipi oleh kata ‘kemarin’.
e. Teknik Balik
Teknik balik dilakukan dengan membalikkan unsur satuan lingual yang ada. Satuan lingual ABCD dengan menerapkan teknik balik akan menjadi ABDC, ACBD, BACD, DABC, dan BCDA. Bila penggunaan teknik balik ini dihasilkan tuturan yang gramatikal, yaitu tidak berubahnya informasi tuturan yang dikenai teknik balik itu, berarti ketegaran unsurunsur dalam tuturan ini rendah. Misalnya, lihatlah kalimat berikut:
(1) Ayahnya, yang pensiunan PNS itu, benar-benar orang sabar.
(2) *Yang pensiunan PNS itu, ayahnya, benar-benar orang sabar.
(3) Dia belajar dengan tekun.
(4) Dua dengan tekun belajar.
Kalimat (1) kadar ketegaran letak unsurnya tinggi, sehingga tidak bisa dibalikkan menjadi kalimat (2). Kalimat (3) kadar ketegaran letak unsurnya rendah, sehingga dapat dibalikkan menjadi kalimat (4). Dengan demikina dapat dinyatkan bahwa teknik balik berguna untuk mengetahui kadar ketegaran letak suatu unsur dalam susunan beruntun. Bila unsur tertentu bisa dipindahkan tempatnya berarti kadar ketegaran letaknya rendah.
f. Teknik Ubah Wujud
Teknik ubah wujud dilakukan dengan mengubah wujud salah satu atau beberapa unsur satuan lingual yang bersangkutan. Satuan lingual yang berunsurkan ABCD dengan teknik ubah wujud akan menjadi CBAD atau CBDA. Unsur B dan A berubah wujud meskipun elemen intinya sama. Misalnya:
Teknik ubah wujud ini berguna untuk menentukan tataran makna konstituen sintaksis yang disebut “peran” (pelaku, penderita, dsb.), mengetahui pola struktur peran, dan mengetahui tipe tuturan berdasarkan pola strukturalnya. g. Teknik Ulang Teknik ulang digunakan dengan mengulang unsur satuan lingual yang ada. Semacam penambahan, tetapi penambahannya identik dengan dengan unsur lingual yang sudah ada. Satuan lingual ABCD dengan teknik ulang akan menjadi ABCDD, ABCCD, ABBCD, atau AAABCD. Kemungkinan lainnya akan menjadi ABCDABCD, ABCDCD, atau ABABCD atau beberapa bentuk lain yang mungkin dilakukan pengulangan dari unsur yang ada. Teknik ulang berguna untuk menentukan identitas satuan lingual, yaitu jenis satuan lingual apa saja yang dapat dikenai teknik ulang ini. Misalnya, kapan bentuk orang tua dapat dipandang sebagai kata majemuk dan kapan pula bentuk orang tua dapat dipandang sebagai kata. Hal itu dapat ditentukan dengan teknik ulang menjadi orang-orang tua, orang-orang tua,orang tua-orang tua, dan orang tua-tua. Seperti dinyatakan pada awal bab ini bahwa analisis dianggap berakhir apabila kaidah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti telah ditemukan. Kaidah yang dimaksud di sini mencakup tiga aspek:
(1) Bagaimana lingkup jangkauan berlakunya kaidah, apakah ada pengecualian? Hal ini harus secara gambling dijelaskan.
(2) Berapa macam jenis atau tipe temuan.
(3) Hubungan antar kaidah, mana yang kaidah pokok dan mana yang bukan kaidah pokok.
Jadi, analisis dapat dihentikan apabila peneliti menemukan bahwa kaidah yang berlaku terkait dengan fenomena-fenomena tertentu mencakup beberapa macam tipe dan dari tipe-tipe tersebut diketahui ada tipe pokok, sementara yang lain merupakan turunan dari tipe tersebut.
Penyajian Hasil Analisis Data
A. Metode Penyajian Formal
Metode penyajian formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan tanda-tanda dan lambanglambang. Tanda-tanda yang dimaksud antara lain tanda tambah (+), tanda kurang (-), tanda bintang (*), tanda panah (), tanda kurung biasa (()), tanda kurung kurawal ({}, tanda kurung siku ([]), dan sebagainya. Sedangkan lambanglambang yang dimaksud adalah singkatan nama (S, P, O, V, K), lambang sigma (S) untuk satuan kalimat, dan berbagai diagram.
B. Metode Penyajian Informal
Metode penyajian informal dilakukan dengan menggunakan kata-kata biasa. Meskipun demikian penggunaan terminologi yang sifatnya teknis tidak bisa dihindari.
Sumber: M. Zaim, Buku Metode Penelitian Bahasa: Pendekatan Struktural.
Komentar
Posting Komentar