Banyak tipe yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, antara lain: Case Study Research, Historical Research, Grounded Theory Methodology, Phenomenology, Ethnomethodology, dan Ethography.
Studi kasus dapat juga dilakukan dalam bentuk penelitian kuantitatif, apabila data yang dikumpulkan dalam laporan penelitiannya lebih didominasi oleh data kuantitatif : seperti angka, tabel dan persentase. Di samping itu, studi kasus dapat juga dilakukan dalam penelitian gabungan (mixed research).
Berikut beberapa tipe dan strategi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif.
1. Studi Kasus (case studies)
Apabila seseorang ingin memahami latar belakang suatu persoalan, atau interaksi individu di dalam suatu unit sosial atau mengenai suatu kelompok individu secara mendalam, utuh, holistik, intensif, dan naturalistic; maka penelitian kasus merupakan pilihan utama dibandingkan dengan jenis penelitian kualitatif lainnya. Dalam penelitian ini akan dapat diungkapkan gambaran yang mendalam dan mendetail tentang situasi atau objek. Kasus yang akan diteliti dapat berupa satu orang, keluarga, satu peristiwa, kelompok lain yang cukup terbatas, sehingga peneliti dapat menghayati, memahami, dan mengerti bagaimana objek itu beroperasi atau berfungsi dalam latar alami yang sebenarnya. Stake (dalam Denzim, 1994) mengemukakan tiga tipe penelitian kasus , yaitu : (1) studi kasus instrinsik (intrinsic case studies); (2) studi kasus instrumental (instrumental case studies); dan (3) studi kasus kolektif (collective case studies). Studi kasus intrinsik dilaksanakan apabila peneliti ingin memahami lebih baik tentang suatu kasus biasa, seperti sifat, karakteristik, atau masalah individu, perhatian peneliti terfokus dan ditujukan untuk mengeti lebih baik aspek-aspek intrinsic dari suatu kasus, seperti anak-anak, criminal dan pasien. Studi kasus instrumental digunakan apabila peneliti ingin memahami atau menekankan pada pemahaman tentang suatu isu atau merumuskan kembali suatu penjelasan secara teoritis. Studi kasus kolektif merupakan studi beberapa kasus instrumental (bukan melalui sampling) dan menggunakan beberapa instrument serta sejumlah peneliti sebagai suatu tim. Yin (1994) membagi desain penelitian kasus atas dua klasifikasi, yaitu : (1) desain kasus tunggal dan (2) desain multikasus .
2. Grounded Theory Methodology
Grounded Theory methodology lahir sebagai reaksi dari berbagai kelemahan penelitian kualitatif. Glasser dan Strauss (1967) mengemukakan pendekatan baru dalam penelitian kualitatif . Sejak awal pendekatan ini memegang prinsip bahwa data merupakan sumber teori dan teori berdasarkan data. Grounded Theory methodology adalah suatu metodologi umum untuk mengembangkan teori melalui penelitian kualitatif yang dilakukan secara sistematis dan mendasar. Teori dibangun berdasarkan data yang dikumpulkan tentang suatu fenomena yang menjadi fokus penelitian. Para ahli/peneliti membangun teori secara induktif dan penelitian fenomena yang tampak di lapangan. Tidak ada para peneliti yang turun ke lapangan tanpa mempunyai teori, konsep, atau proposisi tentang apa yang akan diamatinya. Dalam penelitian kualitatif (Grounded Theory methodology) peneliti akan menemukan teori, konsep, proposisi, dan teori juga dikembangkan di lapangan oleh peneliti. Masalah yang semula penting dan wajar untuk diteliti, setelah turun ke lapangan, mungkin saja berubah, disempurnakan, atau dapat dipersempit fokus persoalannya. Fleksibelitas merupakan warna lain dari tipe penelitian kualitatif.
Dengan menggunakan Grounded Theory methodology, peneliti akan dapat menjawab pertanyaan: Bagaimanakah orang membangun teori secara induktif tentang suatu fenomena yang tampak dan data yang didapat dari lapangan dalam setting sehari-hari? Dengan kata lain, kerangka dasar yang ada jangan menggiring dan mematok peneliti, sehingga itulah yang benar.
Secara sederhana langkah-langkah pengembangan Grounded Theory methodology sebagai berikut:
1) Perumusan masalah
2) Mendeteksi fenomena lapangan
3) Penurnan/penyusunan konsep teori
4) Pengembangan teori
5) Rekonstruksi teori.
3. Penelitian Historis (Historical Research)
Penelitian historis merupakan salah satu tipe dan pendekatan dalam penelitian kualitatif yang bertujuan untuk merekonstruksi kembali secara sistematis, akurat, dan objektif kejadian atau peristiwa yang pernah terjadi dimasa lampau dengan menggunakan pendekatan normatif dan interpretatif. Menurut Cohen (1980) ( dalam Yusuf ,2014 : 346-347 ), apabila seseorang menggunakan tipe penelitian historis berarti ia melakukan penyelidikan, penilaian, menyintesiskan bukti, dan menetapkan lokasi secara sistemik dan objektif untuk mendapatkan atau menetapkan fakta dan mengambil kesimpulan yang tepat tentang objek yang telah terjadi di masa lampau.
Beberapa ciri khusus penelitian historis sebagai berikut :
a) Lebih banyak tergantung pada data yang ditulis, dicatat atau diobservasi oleh orang lain dari pada diobservasi oleh peneliti sendiri.
b) Berlainan dengan anggapan popular, peneliti historis haruslah tertib, ketat, sistematis, dan tuntas.
c) Tergantung pada dua macam data: primer dan sekumder.
d) Untuk menentukan nilai data, biasanya dilakukan dua macam kritik, yaitu kritik internal dan eksternal.
e) Meskipun penelitian historis mirip degan penelaahan kepustakaan, mendahului rancangan penelitian yang lain, namun pendekatan historis lebih tuntas mencari informasi dari sumber yang lebih luas.
1) Kelemahan dan Keuntungan Penelitian Historis
Penelitian historis memiliki beberapa kelemahan antara lain:
a) Problem/masalah dinyatakan terlalu luas
b) Kecenderungan menggunakan cara yang mudah, dengan mengambil data dari sumber kedua. Kondisi ini akan membawa hasil yang kurang tepat.
c) Kritik internal dan eksternal kurang dilakukan secara tajam dan tepat terhadap data yang ditemukan.
d) Kegagalan dalam menginterpretasikan kata-kata dan ekspresi dalam konteks yang diterima sesuai dengan keadaan semula (periode terdahulu pada saat berlangsungnya kejadian itu).
e) Kegagalan dalam membedakan fakta yang berarti dalam satu situasi itu, sehingga kadang-kadang menjadi fakta yang tidak relevan dan tidak penting.
f) Pelaksanaan penelitian dipengaruhi oleh “bias” pribadi peneliti tersebut, sehingga menumpulkan interpretasi dari yang seharusnya.
g) Karena banyaknya fakta yang dikumpulkan, maka laporan yang disusun hanya merupakan kumpulan fakta yang banyak bukan menampilkan sintesis ke dalam generalisasi yang berarti.
h) Sering juga terjadi analisis yang terlalu berlebihan yang kurang didukung oleh bukti-bukti yang cukup atau terjadinya analogi yang salah atau konklusi yang dibuat.
Disamping kelemahan penelitian ini juga memiliki beberapa keuntungan antara lain:
a) Topik yang ingin diteliti tidak dapat diungkapkan melalui tipe penelitian yang lain.
b) Penelitian historis memungkinkan untuk menggunakan cara yang berbeda-beda dan menunjukkan bukti yang lebih bervariasi.
c) Dapat menyadarkan seseorang atau sekurang-kyrangnya membuat seseorang mengetahui tentang kejadian apa yang terjadi di masa lampau, serta memungkinkan seseorang dapat belajar dari keberhasilan dan kegagalan di masa lampau.
d) Dapat membantu memprediksi untuk masa datang.
e) Dapat lebih memahami dan mengerti tentang kebijaksanaan dan praktik kehidupan yag sedang terjadi dengan memperhatikan akar kehidupan dan keadaan masa lampau.
Terdapat empat cara menemukan bukti-bukti historis antara lain:
1. Sumber primer
2. Sumber sekunder
3. Catatan yang sedang berjalan
4. Pengumpulan kembali
Sumber primer berupa data yang sudah diarsipkan, seperti di museum, pustaka, koleksi pribadi. Sumber sekunder seperti pekerjaan pekerja historis yang telah ditulis dengan tangan, sedangkan catatan yang sedang berjalan adalah pengumpulan data pada saat penelitian sedang berlangsung. Adapun pengumpulan data kembali perlu dilakukan apabila informasi dan data yang sudah terkumpul belum mampu menggambarkan fenomena yang menjadi tujuan dan focus penelitian.
4. Fenomenologi (Phenomenology)
Fenomenologi merupakan salah satu bentuk penelitian kualitatif tumbuh dan berkembang dalam bidang sosiologi, menjadi pokok kajiannya fenomena yang tampak sebagai subjek penelitian, namun bebas dari unsur syak wasangka atu subjektivitas peneliti. Peneliti berupaya seoptimal mungkin mereduksi dan memurnikan sehingga itulah makna fenomena yang sesungguhnya. Penelitian fenomenologi selalu difokuskan pada menggali, memahami, dan menafsirkan arti fenomena, peristiwa dan hubungannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Beberapa karakteristik penelitian fenomenologi sebagi berikut:
1) Tidak berasumsi mengetahui apa makna sesuatu bagi manusia yang akan diteliti, mereka mempelajari sesuatu itu (Douglas, 1976)
2) Memulai penelitian dengan “keheningan/diam”, untuk menangkap makna yang sesungguhnya dari apa yang diteliti (Psathas, 1973)
3) Menekankan aspek-aspek subjektif dari tingkah laku manusia; peneliti mencoba masuk di dalam dunia konseptual sunjek agar mengerti bagaimana dan apa makna yang mereka konstruk di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari mereka (Gertz, 1973)
4) Ahli fenomenilogi memercayai bahwa dalam kehidupan manusia banyak cara yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman mausia,melalui interaksi seseorang dengan orang lain dan ini merupakan makna pengalaman realitas (Greene, 1978). Sebagai konsekuensinya, realitas diskonstruksi secara sosial.
5) Semua cabang penelitian kualitatif menyakini bahwa untuk memahami subjek adalah dengan melihat dari sudut pandang mereka sendiri. Walaupun demikian fenomenologi tidak seradikal itu. Mereka menekankan subjektif, tetapi mereka tidak menyangkal bahwa realitas “di luar sana” ada yang mendesak dan menolak manusia, mampu menolak tindakan kea rah itu (Blumer, 1980) (dalam Bogdan dan Bilken, 1982).
Melalui penelitian fenomenologi peneliti ingin meneliti apa yang tampak (phenomenon), namun dengan teliti ; fenomena yang murni berkat adanya reduksi. Justru karena itu, dengan tipe ini , peneliti akan dapat menjawab pertanyaan : Apakah pengalaman individu mengenai suatu aktivitas/ atau dalam suatu fenomena dari perspektif partisipan?
Tipe fenomenologi dapat menjadi pilihan bagi peneliti kualitatif apabila dapat memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Ingin memberikan, menggambarkan atau mendeskripsikan interaksimanusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok yang menggunakan alat, tanda, atau simbol dalam berkomunikasi.
2) Tujuan penelitian yang akan diungkapkan bersifat mikrosubjektif. Mikro dalam konteks ini adalah spesifik, mendetail, dan mendalam; sedangkan subjektif merujuk pada diri pribadi peneliti sebagai instrument penelitian yang dalam keberadaannya dan pemberian makna yang dilakukannya, berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.
3) Fokus pada hubungan historis, fungsional, teleologis, dialektis, dan religious.
4) Peneliti mampu menggunakan strategi fenomenologi secara tepat dan benar untuk mendeskripsikan fenomena yang dijadikan fokus penelitian.
5) Masalah yang ingin diungkapkan berkaitan dengan hubungan manusia, dalam strata psikis, biostis, dan human bersifat asli dan berguna serta bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan Mohammad Dimyati-2000).
5. Etnometodologi
Etnometodologi merupakan salah satu strategi penemuan dalam penelitian kualitatif dalam bidang sosiologi pada awalnya, yang mencoba mempelajari bagaimana perilaku sosial dapat digambarkan sebagaimana adanya. Etnometodologi lebih menekankan kepeduliannya pada mengeksplorasi dan menerangkan bagaimana orang berinteraksi dengan dunia dan memahami/mengerti realitas, bukan untuk membuat keputusan/judgement tentang tingkah laku atau penyebabnya. Hal itu diwujudkan melalui percakapan atau interaksi dengan orang lain. Disamping itu ahli etnometodologi dalam penyelidikannya meggunakan metode analisis percakapan sebagai alat ungkap dan strategi penemuannya, karena metode ini diyakini mampu menampakkan hal-hal yang perlu dipahami dalam kehidupan sosial individu dan keterampilan yang bersifat parktik yang digunakan orang dalam membuat pemahaman berkenaan dengan realitas kehidupan sosial. Istilah Etnometodologi pertama kali dikemukakan oleh Harold Garfinkel. Tokoh ini banyak memberi inspirasi kepada penulis lain . Kompleksitas kehidupan manusia menampakkan diri dalam interaksi mereka dengan orang lain. Beberapa keuntungan etnometodologi sebagai berikut:
1) Longitudinal
2) Penelitian tipe ini dapat di desain secara longitudinal, sehingga memungkinkan untuk menemukan hasil penelitian yang lebih dipercaya. Dengan menggunakan observasi, peneliti etnometodologi dapat mencatat secara teliti semua perubahan yang berlangsung atau sebegaimana yang mereka lakukan dan tidak harus dipercayakan pada daya ingat partisipan.
3) Mempelajari tingkah laku nonverbal sama baiknya dengan verbal. Lebih menekankan pada analisis percakapan (verbal dan non verbal)
4) Menyediakan suatu pemahaman bahwa konsistensi yang lebih baik dicapai dengan mengikuti akal sehat. Disamping keuntungan tipe penelitian ini juga memiliki kekurangan antara lain:
a) Produk
Etnometodologi tidak baik dipilih dan digunakan kalu seseorang tertarik untuk mempelajari beberapa produk sosial sekaligus, karena tipe ini lebih menekankan pada proses interaksi sosial.
b) Kurang cocok digunakan untuk mempelajari skala yang lebih luas, seperti penarikan sampel dan populasi dalam penelitian kuantitatif.
6. Etnografi
Etnografi merupakan suatu bentuk penelitian yang terfokus pada makna sosiologis diri individu dan konteks sosial budayanya yang dihimpun melalui observasi lapangan sesuai dengan fokus penelitian.
Penelitian etnografi merupakan penelitian ilmu sosial dan cocok digunakan:
a) Mengetahui bagaimana, apabila dan mengapa orang berkelakuan seperti itu pada saat mereka berinteraksi dengan yang lain dalam suatu setting/situasi tertentu, umpamanya interaksi sosial.
b) Memahami suatu fenomena yang terjadi dalam setting kejadian yang alami
c) Mengetahui mengapa orang berbuat seperti itu pada periode waktu yang telah berlalu itu.
d) Mengetahui informasi/data yang mendukung pemahaman orang sehingga mengerti tentang masyarakat lebih kompleks.
e) Menggunakan cara-cara pengumpulan data yang lebih banyak dan bervariasi (multimethod).
Penelitian etnografi mencoba memahami, mempelajari, dan menguji suatu fenomena dalam situasi sesungguhnya, mempunyai akses ke kelompok dan sebagainya, kaya dengan data, tidak mahal, dan dapat digunakan sebagai dasar informasi yang diperlukan dalam penyusunan hipotesis bagi jenis penelitian yang lain. Namun demikian penelitian etnografi memiliki kelemahan dalam validitas dan realibilitas, sangat menekankan pada proses, membutuhkan waktu yang agak lama, da nada kemungkinan “bias subjektif” dari peneliti selama pelaksanaan penelitian, terutama sekali pada waktu pengumpulan data.
Komentar
Posting Komentar