Pendahuluan
Pariwisata mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial budaya di Bali. Pemerintah menyadari bahwa pariwisata merupakan sektor andalan dalam pembangunan Bali sehingga pariwisata ditempatkan pada prioritas tinggi secara sektoral, bersama-sama dengan sektor pertanian dan industri kecil.
Pembangunan pariwisata mempunyai arti penting dalam peningkatan devisa, pendapatan daerah dan masyarakat, pariwisata menjadi leading sector dalam pembangunan ekonomi daerah Bali dimasamendatang (Pitana, 1999). Peranan pariwisata dalam perekonomian Bali sangat besar. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan hanya dinikmati oleh sekelompok orang, tetapi juga oleh masyarakat desa, khususnya yang terkait dengan industri pariwisata seperti kerajinan tangan yang tidak terkonsentrasi di kota melainkan tersebar di desa.
Pariwisata Bali adalah pariwisata budaya, kebudayaan dalam hal ini adalah kebudayaan Bali yang berlandaskan pada Agama Hindu. Kebudayaan ini berakar dan bertumpu pada berbagai lembaga tradisional di Bali seperti subak, warga, pemaksan, desa adat dengan banjarnya dan sebagainya. Sesuai dengan Perda Nomor 3 tahun 1991, maka perkembangan pariwisata diharapkan sejalan dengan perkembangan Kebudayaan Bali dalam suatu hubungan yang interaktif-mutualistik. Agar konsep ini berjalan, maka desa adat sebagai pendukung dari Kebudayaan Bali harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk memberikan kesempatan agar desa adat semakin kuat eksistensinya, dengan memberikan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata.
Keunikan Pariwisata
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan seseorang secara perorangan atau berkelompok dari suatu daerah ke daerah lain yang sifatnya sementara dan bertujuan untuk mendapatkan kesenangan, serta di daerah tujuan mereka sebagai konsumen. Kegiatan industri pariwisata bersifat unik dimana pariwisata yang dikatakan sebagai kegiatan eksport. Keunikan ini merupakan salah satu kekuatan untuk menarik wisatawan sehingga pariwisata sangat tergantung dari peranan citra suatu daerah tujuan wisata, termasuk aspek politik, keamanan, kesehatan, kebersihan sampai kepada aspek HAM. Pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia, namun pariwisata sebagai kegiatan ekonomi baru berkembang pada awal abad ke-19.
Pariwisata Budaya
Pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah pariwisata budaya di mana dalam pengembangannya, pariwisata Bali memandang kebudayaan Bali sebagai potensi utama dan pengembangan pariwisata harus sekaligus juga melestarikan, memperkuat, dan mengembangkan kebudayaan Bali. Adapun motto yang dianut adalah “pariwisata untuk Bali” dan bukan “Bali untuk pariwisata”.
Penetapan pariwisata budaya sebagai tipe pariwisata yang dikembangkan ini didasarkan pada potensi yang dimiliki oleh daerah Bali yang telah memiliki citra sebagai suku bangsa dengan kebudayaan yang unik. Menurut Perda No. 3 tahun 1974 pariwisata budaya didefinisikan sebagai suatu jenis pariwisata yang dalam pengembangannya ditunjang oleh faktor kebudayaan. Dalam hal ini, kebudayaan yang dimaksud adalah Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu.
Kebudayaan Bali adalah suatu kebudayaan yang sangat kompleks dan dinamis. Meskipun hanya merupakan sebuah pulau kecil, ternyata sulit untuk membuat suatu diskripsi yang “representatif” atas kebudayaan Bali. Variasi dan diversifikasi yang tinggi ini berhubungan erat dengan kepenganutan desa-kala-patra yang membenarkan (bahkan mewajibkan) manusia untuk menyesuaikan diri dengan waktu, tempat, dan situasi obyektif yang ada dalam setiap tindakannya. Konsep desa-kala-patra ini tidak lain dari pada konsep human ecology, di mana manusia dan masyarakat selalu berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya yang berpengaruh terhadap kehidupan (Rappaport 1973; Ranbo 1983 dalam Pitana, 1999).
Desa adat sebagai salah satu pilar Kebudayaan Bali, menurut Perda Nomor 06 tahun 1986 didefinisikan sebagai kesatuan wilayah hukum adat di Propinsi Bali, yang merupakan satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara tutun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Permasalahan Dalam Kepariwisataan
Sebagai daerah tujuan wisata, tentu tidak luput dari masalah yang timbul sebagai akibat dari perkembangan pariwisatanya. Masalah-masalah tersebut antara lain timbulnya inflasi barang/jasa dan nilai properti (Schneider, 1993), terjadinya alih fungsi lahan, derasnya arus urbanisasi, masalah pencemaran lingkungan, kekurangan tenaga kerja di sektor pertanian, ketidakmerataan manfaat ekonomi (inequity). Di samping itu, peluang terjadinya degradasi budaya seperti perdagangan sex, perjudian, penjualan minuman keras, pengedaran obat terlarang, dan sebagainya sangat besar. Hal ini terjadi karena intensitas kontak masyarakat di daerah pariwisata dengan masyarakat luar sangat tinggi.
Keuntungan Pariwisata
Pariwisata senantiasa berusaha untuk memberikan kepuasan yang optimal pada konsumennya (Gunn, 1994). Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, maka image harus diciptakan. Untuk menciptakan kepuasan yang optimal pada wisatawan tidaklah mudah, karena industri pariwisata bersifat multi sektoral diantaranya transportasi, akomodasi, infrastruktur, informasi, atraksi, dan sebagainya. Erawan (1994) menyebutkan keuntungan dari adanya pariwisata antara lain penganekaragaman sumber pendapatan, penganekaragaman lapangan kerja, peningkatan devisa, dan sebagainya.
Hubungan Desa Adat dengan Pariwisata
Berkembangnya pariwisata di Bali otomatis telah terjadi kontak antar masyarakat Bali (desa adat) dengan budaya luar. Kontak tersebut bukanlah hal yang baru, kontak telah terjadi ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai “pengaruh luar” dalam adat budaya Bali seperti pengaruh India, China, Arab, dan Jawa (Pitana, 1994). Intensitas kontak kebudayaan Bali dengan kebudayaan luar meningkat karena perkembangan teknologi serta keberhasilan Bali menjadikan dirinya sebagai tujuan wisata.
Keadaan desa adat dewasa ini telah mengalami perubahan sebagaimana yang diungkapkan oleh Pitana (1994). Secara umum dikatakan bahwa desa adat khususnya bergerak dalam bidang adat-istiadat dan agama, namun banyak desa adat telah secara aktif bergerak di bidang ekonomi, sesuai dengan tuntutan masyarakat dan pembangunan. Modal dasar pembangunan Bali adalah kebudayaan dan pembangunan yang dilaksanakan di Bali adalah “pembangunan yang berwawasan budaya”.
Agar kebudayaan Bali mampu menjadi modal dasar pembangunan kepariwisataan, maka kebudayaan tersebut harus lestari dan dinamis, dimana pelestarian budaya terkait langsung dengan pelestarian desa adat. Kalau desa adat yang merupakan pilar utama kebudayaan Bali mengalami kehancuran, maka kebudayaan Bali secara keseluruhan pun akan terancam (Pitana, 1994).
poker online dengan pelayanan CS yang baik dan ramah hanya di AJOQQ :D
BalasHapusayo di kunjungi agen AJOQQ :D
WA;+855969190856